Bismillah.
Ramadhan kesempatan emas bagi kita untuk kembali memperkuat pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan bagi generasi muda. Anak-anak muda di sepanjang masa adalah harapan perjuangan dalam memperbaiki kondisi masyarakat dan negara.
Di bulan Ramadhan secara umum semangat kaum muslimin dalam beramal semakin meningkat. Sebuah fenomena yang patut untuk disyukuri bersama. Oleh sebab itu alangkah sayang jika kesempatan emas ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para pengelola masjid atau lembaga pendidikan untuk bisa mempertebal keimanan dan tingkat ketakwaan kaum muda.
Apabila kita cermati dalam dalil al-Qur’an dan as-Sunnah perhatian kepada generasi muda tidak bisa diremehkan. Diantara gambaran tentang peran anak muda adalah sejarah kesalihan Ash-habul Kahfi sekelompok pemuda beriman dan pencari hidayah. Begitu pula, anak-anak muda di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang relah menyisihkan waktu mudanya untuk belajar agama dengan intensif di majelis nabi selama berhari-hari.
Perjuangan kaum muda pun dikenal telah menggerakkan perjuangan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah di negeri kita. Mereka yang menyerukan kalimat takbir dan mengobarkan jihad dalam membebaskan Nusantara dari cengkeraman nista kolonialisme. Anak-anak muda yang diberi taufik oleh Allah untuk berkhidmat bagi bangsa dan agamanya. Mereka tidak mau larut dalam kerusakan dan kehancuran yang diupayakan oleh musuh-musuh umat ini guna menggiring generasi muda dalam kemunduran dan kehinaan bersama orang-orang yang binasa.
Kesadaran untuk mengenal islam dan memperjuangkan nilai tauhid dan ketaatan adalah barang langka di masa kita sekarang ini. Pada saat kecenderungan kepada islam dan keimanan dianggap sebagai momok dan racun bagi anak-anak bangsa. Bahkan tidak jarang tuduhan teroris dan anti NKRI disematkan kepada mereka yang dengan tulus ingin mengajak masyarakat untuk memahami dengan benar makna penghambaan kepada Allah Rabb penguasa alam semesta.
Padahal Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beirbadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Para ulama tafsir menerangkan bahwa makna beribadah kepada Allah yaitu dengan mentauhidkan-Nya; mengesakan Allah dalam beribadah, meninggalkan syirik dengan segala bentuknya.
Sebagian ulama yang lain juga menambahkan bahwa ibadah kepada Allah itu mencakup ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan kata lain menghamba kepada Allah adalah dengan menjadi orang yang bertakwa. Oleh sebab itulah orang yang paling mulia diantara manusia bukanlah orang yang paling kaya atau paling cantik atau paling tinggi jabatannya, tetapi yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Inilah perkara penting yang sering dilupakan atau luput dari perhatian banyak orang tua dan kaum muda.
Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-’Ashr : 1-3). Mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan adalah misi kita bersama. Sementara hal itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bekal iman dan takwa. Oleh sebab itu Allah menyebut takwa sebagai sebaik-baik bekal untuk hamba.
Iman, amal salih dan kesabaran tentu tidak boleh hanya bersemi di bulan Ramadhan. Bahkan ia harus terus dipelihara, dijaga dan dibela sepanjang hayat masih dikandung badan. Nasihat mengajak manusia kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf serta melarang kemungkaran adalah kewajiban umat Islam dan kunci kemuliaan mereka. Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu mengatakan, ‘Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka kapan saja kami berusaha mencari kemuliaan bukan dengan cara-cara Islam pastilah Allah menghinakan kami.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Ramadhan mengajarkan kepada kita untuk rela menahan lapar dan haus dalam rangka mencari keridhaan Allah dan pahala dari-Nya. Kita mengharapkan keutamaan dan ampunan Allah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesadaran untuk mengisi bulan Ramadhan ini dengan ilmu dan keimanan adalah barang yang langka di masa kita sekarang ini. Sebab kebanyakan orang hanya memperhatikan urusan perut dan gebyar kegiatan yang seringkali lenyap dan sirna ketika takbir hari raya telah berkumandang. Masjid kembali sepi, mushaf pun tidak tersentuh lagi dan anak-anak disibukkan dengan gadget sehingga lalai dari berbakti kepada orang tua dan malas mengaji. Semangat menghidupkan Ramadhan rupanya perlu dikawal dan dijaga dengan bimbingan para ulama rabbani. Bukan sekedar semangat tanpa ilmu yang lebih banyak merusak dan membuang waktu dan tenaga.
Menanamkan kesadaran bagi generasi muda untuk cinta Ramadhan dan memakmurkan masjid dengan ibadah dan dakwah adalah kesadaran yang kiranya perlu untuk terus kita ingatkan. Sebab banyak orang yang hanya melihat dari sisi perbaikan fisik dan apa-apa yang terkait persiapan acara buka bersama -ini tidak bermaksud meremehkan acara buka puasa- , padahal persiapan untuk melaksanakan ibadah puasa dengan segenap rangkaiannya bukanlah perkara sepele dan terbukti banyak dilalaikan manusia. Apabila generasi terbaik dahulu telah menyiapkan dirinya untuk bersahabat dengan kitabullah dan berhias dengan dzikir di bulan yang penuh berkah ini, maka banyak orang di zaman ini yang sama sekali tidak punya kerinduan kepada ayat-ayat al-Qur’an, tidak punya semangat untuk mempelajari dzikir dan mengamalkannya. Agama pun hanya menjadi rutinitas dan tradisi yang telah kehilangan makna.
Apa yang terlintas dalam benak mereka ketika Ramadhan adalah acara ngabuburit sambil nongkrong di jalan sampai ketinggalan sholat maghrib atau berbagai tayangan komedi berbalut agama pada jam-jam sahur atau buka puasa. Puasa seolah tidak lagi memberikan nuansa perjuangan dan perlombaan dalam meraup pahala. Mengaji di masjid di bulan Ramadhan di sore hari juga seolah hanya menjadi kebutuhan anak-anak SD, sedangkan yang SMP atau SMA dan kuliah tidak lagi merasa butuh untuk menambah pemahaman tentang agama yang mereka peluk. Sungguh fenomena memprihatinkan yang tidak boleh kita abaikan… Allahul musta’aan.
Apabila penanaman untuk mencintai Ramadhan ini bisa dikembangkan dengan baik di kalangan generasi muda insya Allah masjid akan kembali semarak dengan tilawah, tadarus dan dzikir walaupun Ramadhan tidak lagi di awal-awal. Betapa banyak orang yang semangat untuk membaca al-Qur’an tetapi tidak bisa istiqomah dan menamatkan bacaannya hingga selesai dan merutinkannya setelah Ramadhan.
Tidaklah dikatakan cinta kepada Ramadhan orang yang hanya rajin membaca al-Qur’an di awal-awal Ramadhan. Ramadhan bukan hanya sehari atau dua hari, Ramadhan itu sebulan penuh. Pantaskah dikatakan sebagai pecinta Ramadhan sementara ia tidak mengenal sholat kecuali di bulan puasa? Bahkan lebih mengenaskan lagi jika ia sangat perhatian untuk hadir tarawih tetapi lalai dari menunaikan ibadah sholat wajib 5 waktu dalam sehari semalam?!
Penanaman kecintaan terhadap Ramadhan ini membutuhkan bimbingan ilmu wahyu. Penanaman tentang kecintaan kepada Ramadhan ini memerlukan pedoman dan kaidah yang jelas. Oleh sebab itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan dia dalam agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah yang mensyariatkan ibadah puasa ini kepada kaum muslimin tentu Allah pula yang paling mengetahui dan telah menjelaskan bagaimana cara dan kiat agar ibadah puasa ini bisa ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Ramadhan telah semakin dekat dengan kita, kita pun tidak mengetahui apakah umur kita masih ada pada saat tiba bulan puasa? Taubat dari dosa adalah kewajiban setiap hari bagi seorang hamba. Allah bentangkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di siang hari dan Allah bentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada malam hari, sampai matahari terbit dari arah barat.