Bismillah…
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya mereka itu (orang-orang kafir) apabila dikatakan kepada mereka ‘laa ilaha illallah’ mereka pun menyombongkan diri. Mereka pun mengatakan : Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami demi mengikuti seorang penyair yang gila.” (ash-Shaffat : 35-36)
Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnya orang-orang musyrik yang didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengetahui kandungan dan konsekuensi dari kalimat tauhid laa ilaha illallah yaitu wajibnya menyingkirkan segala bentuk syirik dan peribadatan kepada selain Allah. Oleh sebab itulah mereka menolak dakwah tauhid (lihat keterangan Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah dalam Qurratu ‘Uyun al-Muwahhidin, hal. 7)
Suatu hal yang sudah dimaklumi bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah kepada Allah adalah dengan tunduk kepada perintah dan larangan-Nya. Ibadah kepada Allah menuntut hamba memurnikan ibadahnya kepada Allah semata dan meninggalkan syirik. Inilah seruan setiap rasul yang Allah utus kepada manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap kaum seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Ibadah kepada Allah adalah bertauhid, sedangkan menjauhi thaghut adalah dengan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Inilah ajaran Islam dan keadilan tertinggi di alam semesta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas para hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibadah kepada Allah dibangun di atas sikap tunduk dan merendahkan diri kepada Allah dengan disertai pengagungan kepada-Nya, penuh cinta, takut dan harap kepada-Nya. Inilah ibadah yang wajib ditujukan kepada Allah, dan tidak boleh dipalingkan kepada selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan untuk-Nya agama dengan hanif…” (al-Bayyinah : 5)
Di dalam ibadah inilah akan tercapai ketentraman dan kebahagiaan hamba. Sebab itulah tujuan penciptaan dirinya di alam dunia ini. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman maka bagi mereka itulah keamanan dan mereka itulah yang diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)
Akan tetapi ternyata tidak sedikit manusia justru menentang tauhid ini dan memusuhinya. Padahal tauhid inilah sebab kebahagiaan hidup mereka. Mereka lebih mendahulukan hawa nafsu dan perasaannya di atas wahyu dan bimbingan Allah rabb pencipta alam semesta. Mereka menolak kebenaran dan meremehkan orang yang menyeru kepada tauhid. Sebagaimana dikisahkan dalam ayat di atas bahwa orang-orang musyrik menggelari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang penyair yang gila. Padahal beliau bukanlah tukang syair apalagi orang gila!
Karena itulah Allah pun menyebut orang yang tidak tunduk beribadah dan berdoa kepada-Nya sebagai orang-orang yang sombong. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabb kalian mengatakan: Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60). Demikianlah keadaan orang yang menentang perintah Allah tidaklah berlebihan jika perilakunya disebut sebagai kesombongan. Sebagaimana Iblis yang menolak perintah Allah karena enggan dan istikbar/kesombongan. Karena itu pula salah satu bentuk kekafiran perusak iman adalah kufur iba’ wal istikbar/karena enggan dan kesombongan.
Kesombongan itulah yang telah membinasakan Fir’aun dan Qarun. Sombong dengan kekuasaan, ataupun sombong dengan harta dan kekayaan. Mereka lupa bahwa kenikmatan yang mereka peroleh adalah titipan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya; apakah mereka pandai bersyukur kepada Allah dengannya ataukah justru kufur dan meningkari ajaran dan petunjuk-Nya?! Hal ini mengingatkan kita kepada nasihat Abu Hazim rahimahullah, “Setiap nikmat yang tidak semakin mendekatkan diri kepada Allah maka itu adalah malapetaka.”
Demikian pula ilmu merupakan nikmat bagi kemanusiaan. Apabila manusia mengikuti petunjuk Allah dan bimbingan-Nya niscaya mereka akan bahagia. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123). Dari sini kita mengetahui; bahwa sebab kesengsaraan manusia adalah ketika mereka berpaling dari petunjuk Allah dan mencampakkan Kitab Allah dari hidup dan kebudayaan mereka…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan dengan sebab Kitab ini (al-Qur’an) beberapa kaum dan akan merendahkan dengannya beberapa kaum yang lain.” (HR. Muslim). Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata : “Kami adalah suatu kaum yang telah Allah muliakan dengan Islam, maka kapan saja kami mencari kemuliaan dengan selain cara Islam pasti Allah akan hinakan kami.” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Begitu pula datangnya Rasul di tengah manusia adalah nikmat agung yang tidak boleh disepelekan. Petunjuk beliau adalah jalan keselamatan dari kehancuran dan malapetaka. Allah berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang menentang Rasul itu setelah jelas baginya petunjuk, dan dia mengikuti selain jalan orang-orang beriman; niscaya Kami biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih dan Kami pun akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam; dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisaa’ : 115)
Untuk itulah saudaraku yang dirahmati Allah; merupakan kebutuhan besar bagi kita kaum muslimin untuk terus belajar dan mengenali ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan mengikuti ajaran dan petunjuk beliau lah kita akan meraih kecintaan Allah dan ampunan-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Jika kalian mengaku mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan megampuni dosa-dosa kalian.” (Ali ‘Imran : 31)
Karena itu Imam Malik rahimahullah berkata : as-Sunnah/ajaran nabi itu laksana perahu Nabi Nuh. Barangsiapa menaikinya maka dia akan selamat, dan barangsiapa yang tidak mau ikut naik di atasnya maka dia akan tenggelam/binasa. Semoga Allah berikan taufik kepada kami dan segenap pembaca untuk mengikuti jalan kebahagiaan dan dijauhkan dari jalan kebinasaan… aamiin.
Perpustakaan al-Mubarok
Kamis 29 Syawwal 1442 H