oleh : Redaksi al-mubarok.com
Bismillah.
Segala bentuk musibah dan kesulitan yang menimpa umat manusia adalah perkara yang telah dicatat dalam lembaran takdir. Bagi seorang muslim bersabar menghadapi takdir adalah kemuliaan dan kebahagiaan. Sebab ia yakin bahwa Allah Mahabijaksana lagi Mahaadil.
Ia pun yakin bahwa tidak ada yang mengatur alam ini selain Allah. Tidak ada yang bisa menyingkirkan marabahaya -besar ataupun kecil- kecuali Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan apabila Allah timpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya kecuali Dia, dan apabila Allah menghendaki kebaikan padamu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan-Nya. Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-Nya, dan Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (Yunus : 107)
Oleh sebab itu seorang muslim selalu menemukan tempat kembali untuk berlindung dan berharap atas segala bentuk musibah dan kesulitan di alam dunia. Kepada Allah lah dia pulangkan segala permasalahan dan kepada-Nya pula ia memohon pertolongan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu mengatakan : Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir : 60)
Bahkan orang musyrik sekalipun meyakini bahwa alam semesta ini dikuasai oleh Allah. Allah yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan. Siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dan siapakah yang mengatur segala urusan. Mereka akan menjawab ‘Allah’. Katakanlah ‘Lantas mengapa kalian tidak mau bertakwa’.” (Yunus : 31)
Bukan berhenti di situ saja, bahkan orang-orang musyrik sekalipun ketika tertimpa bahaya dan dirundung petaka kembali kepada Allah dan berdoa tulus kepada-Nya semata. Mereka campakkan sesembahan selain-Nya, saat terjepit bencana. Allah berfirman (yang artinya), “Maka apabila mereka naik di atas perahu, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan untuk-Nya agama/doa. Ketika Allah selamatkan mereka ke daratan tiba-tiba mereka pun berbuat kesyirikan.” (al-’Ankabut : 65)
Dalil-dalil ini menunjukkan kepada kita dengan gamblang bahwa hakikat keislaman dan ketauhidan seorang hamba harus selalu mewarnai hidup seorang muslim. Tidaklah dia dikatakan muwahhid/orang yang bertauhid kecuali apabila memurnikan segala amal dan ibadahnya kepada Allah; baik dalam kondisi lapang maupun dalam kondisi susah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan untuk-Nya agama dengan hanif…” (al-Bayyinah : 5)
Adapun beribadah kepada Allah hanya pada saat sempit dan memurnikan doa untuknya di saat terkepung bencana, sementara di saat lapang ber syirik ria, maka ini bukanlah hakikat keislaman dan tauhid yang dituntut pada diri hamba. Lantas bagaimana lagi jika pada saat lapang dan sempit selalu menghiasi hati dan perilaku dengan kekufuran?! Tentu ini bukanlah sifat insan beriman. Allah berhak diibadahi dan diesakan dalam ibadah kapan saja dan dimana saja; apakah dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.
Oleh sebab itu Allah menyebut perbuatan berdoa kepada selain Allah, meminta keselamatan dan perlindungan kepada selain-Nya sebagai kesesatan yang paling parah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan siapakah orang yang lebih sesat daripada orang yang berdoa kepada selain Allah; sosok yang tidak akan bisa memenuhi permintaannya sampai hari kiamat. Dan mereka itu dalam keadaan lalai terhadap doa yang ditujukan kepada dirinya.” (al-Ahqaf : 5)
Apabila kaum musyrikin terdahulu bisa menemukan nilai-nilai penghambaan kepada Allah tatkala tertimpa musibah dan kesulitan maka sungguh merugi jika ada diantara kaum muslimin sekarang ini yang justru menjerumuskan dirinya dalam syirik di saat musibah menerpa dan bencana melanda. Seharusnya musibah dan bencana ini menyadarkan kita akan arti penting tauhid dan keikhlasan kepada Allah.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan apa-apa yang kalian seru selain Allah sama sekali tidak menguasai walaupun setipis kulit ari. Apabila kalian berdoa kepada mereka maka mereka tidak mampu mendengar doa kalian. Seandainya mereka bisa mendengar maka mereka juga tidak akan bisa memenuhi permintaan kalian. Dan pada hari kiamat nanti mereka akan mengingkari syirik yang kalian kerjakan, dan tidak ada yang bisa memberitakan kepadamu seperti halnya Yang benar-benar teliti dan mengetahui.” (Fathir : 13-14)
Oleh sebab itu Allah menjelaskan bahwa tawakal kepada-Nya merupakan karakter utama orang-orang beriman yang sesungguhnya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan kepada Allah semata hendaklah kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (al-Maidah : 23)
Maksud ayat ini : Apabila kalian beriman kepada Allah maka wajib bagi kalian untuk bertawakal hanya kepada-Nya. Maka Allah menjadikan tawakal kepada-Nya sebagai syarat keimanan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Madarijus Salikin, “Hal ini menunjukkan bahwa ternafikan iman pada saat ternafikannya tawakal. Artinya barangsiapa yang tidak bertawakal -kepada Allah semata- maka tidak ada iman padanya.” (dinukil dari Syarh al-Ushul ats-Tsalatsah oleh Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah, hal. 62-63)
Dari sana lah maka Allah menyebut orang yang berdoa dan memohon keselamatan kepada selain-Nya adalah orang-orang yang zalim lagi syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu menyeru kepada selain Allah; apa-apa yang tidak bisa mendatangkan manfaat bagimu dan tidak pula mendatangkan bahaya untukmu. Apabila kamu melakukan itu maka sesungguhnya kamu benar-benar tergolong orang yang zalim.” (Yunus : 106)
Karena orang yang berdoa kepada selain Allah telah menggantungkan harapan dan hatinya kepada tandingan dan sekutu bagi Allah dalam hal ibadah. Padahal Allah tidak ingin dan tidak meridhai apabila hamba-Nya memalingkan ibadah kepada selain diri-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas para hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibadah kepada Allah adalah suatu bentuk perendahan diri kepada Allah dengan dilandasi kecintaan dan pengagungan. Apabila perendahan diri dan pengagungan ini ditujukan kepada selain Allah maka hamba itu telah melakukan kezaliman yang terbesar dan kemaksiatan yang paling keji. Karena kejahatan itulah Allah haramkan orang musyrik masuk ke dalam surga. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Maidah : 72)
Dari sinilah sudah selayaknya seorang muslim untuk terus mempertahankan kemurnian ibadahnya untuk Allah; apakah itu di saat lapang maupun di kala sempit. Karena yang memberikan limpahan nikmat kepada kita adalah Allah, dan yang menetapkan musibah ini pun Allah. Lalu alasan apakah yang bisa kita ajukan untuk membela syirik dan kezaliman? Apakah dengan berbuat syirik masalah anda bisa teratasi; ataukah justru masalah semakin menjadi-jadi?!
Mudah-mudahan catatan singkat ini bermanfaat bagi kita semuanya.