Beramal Karena Allah

Bismillah.

Alhamdulillah tiada hentinya Allah berikan kepada kita nikmat dan kesempatan untuk terus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya yaitu Nabi akhir zaman dan penutup rasul-rasul. Amma ba’du.

Hidup ini menjadi sia-sia dan tiada artinya jika tidak diisi dengan amal ketaatan. Karena amal ketaatan kepada Allah itulah poros kebahagiaan dan ketentraman. Mereka yang menyibukkan diri dengan amal akan meraih keberuntungan dan pahala, sementara mereka yang menyibukkan diri dengan kemaksiatan dan dosa hanya akan mendapatkan kerugian dan sengsara hidupnya.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sebagai manusia berakal sebab apa gerangan yang membuat sebagian orang menyangka bahwa kehidupan ini berlalu begitu saja; hidup dan mati hanya meniti perjalanan hari demi hari tanpa ada tujuan dan pedoman dalam mengarungi kehidupan?

Apabila seorang muslim menyadari bahwa hidupnya di alam dunia ini adalah untuk mewujudkan ibadah dan amal salih, tentu dia akan bersiap dan berjuang mencari ridho dan cinta ilahi. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Harapan yang hakiki adalah harapan yang disertai dengan usaha dan perjuangan. Apabila harapan tidak diiringi dengan amal dan usaha itu hanyalah angan-angan. Amal salih adalah bukti keimanan dan tanda keseriusan seorang hamba dalam menjalani hidup. Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah diantara kalian yang paling bagus amalnya.” (al-Mulk : 2)

Amal salih di dalam Islam memiliki cakupan yang luas; ada amalan hati, ada amalan lisan, dan ada amalan dengan anggota badan. Ada amal-amal yang sifatnya wajib dan ada amal-amal yang sunnah/mustahab. Amal yang wajib lebih ditekankan dan lebih dicintai oleh Allah daripada amal-amal sunnah. Dan amal sunnah menyempurnakan dan menutupi kekurangan dan cacat yang ada pada penunaian amal-amal wajib. Allah berfirman dalam hadits qudsi (yang artinya), “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepada dirinya.” (HR. Bukhari)

Orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan kewajiban termasuk golongan wali-wali Allah. Wali Allah adalah orang yang Allah cintai dan Allah lindungi. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Ketahuilah bahwa sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada rasa takut bagi mereka dan tidak perlu mereka bersedih; yaitu orang-orang beriman dan senantiasa bertakwa.” (Yunus : 62-63)

Beramal karena Allah merupakan pondasi kesuksesan insan. Hal ini telah diisyaratkan oleh Allah dalam sebuah hadits qudsi pula (yang artinya), “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan seraya mempersekutukan di dalamnya antara Aku dengan selain-Ku maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

Oleh sebab itulah Fudhail bin Iyadh rahimahullah -seorang ulama ahli ibadah dari kalangan tabi’in- mengatakan bahwa amal yang paling bagus adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Ikhlas jika dikerjakan karena Allah dan benar jika di atas ajaran/sunnah Nabi.

Amal yang ikhlas memiliki banyak sekali keutamaan. Diantaranya adalah Allah akan melindungi pelakunya dari teriknya panas matahari di padang mahsyar nanti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tujuh golongan yang diberi naungan Allah pada hari kiamat, diantaranya adalah, “Seorang lelaki yang ingat kepada Allah ketika sendiri/sepi lalu berlinanglah air matanya, dan seorang yang bersedekah seraya menyamarkan sedekahnya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beramal dengan ikhlas karena Allah merupakan bagian dari menjalankan perintah-Nya, dan hal itu secara otomatis tercakup dalam bentuk penjagaan agama Allah yang menjadi sebab Allah menjaga seorang hamba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan sahih)

Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah berkata, “Jagalah Allah maksudnya adalah jagalah batasan-batasan aturan Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, membenarkan berita-berita dari-Nya dan beribadah kepada-Nya sesuai dengan syari’at dari-Nya, bukan dengan mengekor hawa nafsu atau bid’ah-bid’ah niscaya Allah akan menjagamu dalam urusan agama dan duniamu sebagai balasan yang selaras. Maksudnya balasan dari Allah itu diberikan sejenis dengan amalnya. Apabila amalannya menjaga maka balasannya adalah ia akan dijaga pula.” (lihat Fathul Qawil Matin, hlm. 70)  

Selain itu amal yang ikhlas akan memperkuat dan mengokohkan iman seorang hamba. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang akibat maksiat. Dengan amal salih maka iman kita bertambah. Sebaliknya apabila amal itu tidak diwarnai dengan keikhlasan maka amal yang banyak hanya menjadi sirna dan berbuah petaka. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu telah mereka kerjakan lantas Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Hal itu sebagaimana telah dipaparkan dalam hadits sahih riwayat Muslim mengenai tiga orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat; yang mereka melakukan amal-amal besar semacam menuntut ilmu dan membaca Qur’an, bersedekah dan berjihad di medang perang tetapi mereka tidak melandasi amalnya dengan ikhlas sehingga amal-amal itu terhapus dan bahkan membuat Allah murka lalu menghukum mereka dengan api neraka.  

Hal ini memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa amal-amal yang besar tidak dengan serta merta diterima oleh Allah meskipun banyak pengorbanan yang telah dilakukan apabila ternyata amal-amal itu tidak ikhlas karena-Nya. Maka tidak sepantasnya seorang muslim tertipu dengan lahiriah dari amal-amalnya. Dia telah mengerjakan sholat, puasa, zakat, atau mungkin haji bahkan. Janganlah da terpedaya oleh amalnya.

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah memberikan nasihat, “Janganlah seorang insan itu terpedaya oleh kesalihan dirinya, keistiqomahannya…” “Karena hati manusia itu berada diantara jari-jemari Allah.” Padahal Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari perbuatan menyembah patung dan berhala. Maka bagaimana lagi dengan kita? Tentu kita lebih layak merasa takut amal kita tidak diterima atau tercampuri dengan syirik kepada Allah…

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidaklah bersangka buruk kepada dirinya sendiri kecuali orang yang benar-benar mengerti hakikat jiwanya. Dan tidaklah orang bersangka baik kepada diriya sendiri kecuali orang yang paling tidak memahami kondisi jiwanya…”

Mudah-mudahan sedikit catatan ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca…

Kamis 5 Syawwal 1441 H

Ditulis di Masjid Jami’ al-Mubarok YAPADI – semoga Allah menjaganya –

Redaksi al-mubarok.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *