Sebagai seorang muslim, semestinya kita merasa takut terjatuh ke dalam syirik. Allah ta’ala berfirman tentang doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (yang artinya), “Jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung.” (QS. Ibrahim: 35)
Ibrahim at-Taimi rahimahullah -salah seorang ulama ahli ibadah dan zuhud yang meninggal di dalam penjara al-Hajjaj pada tahun 92 H- mengatakan, “Maka, siapakah yang bisa merasa aman [terbebas] dari musibah [syirik] setelah Ibrahim –‘alaihis salam-?” (lihat Qurrat ‘Uyun al-Muwahhidin karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan alusy Syaikh, hal. 32)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Ibrahim ‘alaihis salam bahkan mengkhawatirkan syirik menimpa dirinya, padahal beliau adalah kekasih ar-Rahman dan imamnya orang-orang yang hanif/bertauhid. Lalu bagaimana menurutmu dengan orang-orang seperti kita ini?! Maka janganlah kamu merasa aman dari bahaya syirik. Jangan merasa dirimu terbebas dari kemunafikan. Sebab tidaklah merasa aman dari kemunafikan kecuali orang munafik. Dan tidaklah merasa takut dari kemunafikan kecuali orang mukmin.” (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [1/72] cet. Maktabah al-‘Ilmu)
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah berkata, “Apabila Ibrahim ‘alaihis salam; orang yang telah merealisasikan tauhid dengan benar dan mendapatkan pujian sebagaimana yang telah disifatkan Allah tentangnya, bahkan beliau pula yang telah menghancurkan berhala-berhala dengan tangannya, sedemikian merasa takut terhadap bencana (syirik) yang timbul karenanya (berhala). Lantas siapakah orang sesudah beliau yang bisa merasa aman dari bencana itu?!” (lihat at-Tamhid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 50)
Syaikh Shalih bin Sa’ad as-Suhaimi hafizhahullah berkata, “Syirik adalah perkara yang semestinya paling dikhawatirkan menimpa pada seorang hamba. Karena sebagian bentuk syirik itu adalah berupa amalan-amalan hati, yang tidak bisa diketahui oleh setiap orang. Tidak ada yang mengetahui secara persis akan hal itu kecuali Allah semata. Sebagian syirik itu muncul di dalam hati. Bisa berupa rasa takut, atau rasa harap. Atau berupa inabah/mengembalikan urusan kepada selain Allah jalla wa ‘ala. Atau terkadang berupa tawakal kepada selain Allah. Atau mungkin dalam bentuk ketergantungan hati kepada selain Allah. Atau karena amal-amal yang dilakukannya termasuk dalam kemunafikan atau riya’. Ini semuanya tidak bisa diketahui secara persis kecuali oleh Allah semata. Oleh sebab itu rasa takut terhadapnya harus lebih besar daripada dosa-dosa yang lainnya…” (lihat Transkrip ceramah Syarh al-Qawa’id al-Arba’ 1425 H oleh beliau, hal. 6). [al-mubarok.com]