Musibah Besar dan Malapetaka Dahsyat

Bismillah.

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah dalam sebuah ceramahnya tentang faidah dari kitab Qurratu ‘Uyun al-Muwahhidin menyebutkan salah satu bentuk musibah besar yang menimpa umat ini adalah keberadaan orang-orang yang mengucapkan kalimat tauhid tetapi tidak memahami kandungan maknanya, bahkan meskipun mereka itu telah disebut sebagai orang yang berilmu.

Beliau mencontohkan diantaranya adalah orang-orang yang menujukan ibadah kepada Hasan dan Husain (orang Syi’ah), kepada Abdul Qadir Jailani dan Badawi (orang Sufi pemuja kuburan) dan yang semacamnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka belum memahami makna dari kalimat tauhid, sebab tauhid menuntut kita untuk tidak mempersembahkan ibadah kecuali kepada Allah. Syaikh Shalih al-Fauzan juga menyatakan bahwa kebanyakan orang yang mengaku muslim di masa sekarang ini tidak memahami dengan baik makna kalimat tauhid yang mereka ucapkan.

Apa yang disampaikan oleh Syaikh Shalih al-Fauzan itu merupakan sebuah pelajaran penting bagi kita bahwa musibah terbesar yang menimpa kehidupan manusia adalah musibah yang menimpa hatinya, hal ini lebih berat dan lebih mengerikan daripada musibah yang menimpa badan. Tidak jauh dari keterangan ini ialah apa yang telah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa tidaklah seorang hamba tertimpa hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah. Ini adalah bentuk hukuman yang menimpa hati dan agama. Musibah dan malapetaka yang menggerogoti kehidupan hati lebih menyakitkan dan lebih mengerikan.

Itulah jenis musibah yang menimpa kaum munafik; dimana mereka telah mengucapkan kalimat dzikir yang terbaik yaitu laa ilaha illallah tetapi di saat yang sama mereka tidak menghayati dan meresapi isinya sehingga mereka mengucapkan sesuatu yang tidak tertanam di dalam hatinya, tidak selaras dzikir lisannya dengan apa yang bersemayam di dalam hatinya. Hati mereka menyimpan penyakit maka Allah pun tambahkan penyakitnya. Mereka telah kehilangan ikhlas dan kejujuran dalam mengabdi kepada Allah. Oleh sebab itu Allah bersaksi bahwa kaum munafik itu adalah pendusta. Mereka mengaku dengan lisannya beriman kepada Allah dan hari akhir sementara pada hakikatnya mereka bukan kaum beriman yang sejati.

Syirik dan kemunafikan adalah bentuk musibah besar yang melanda hati manusia. Akan tetapi sedikit saja diantara manusia yang menyadarinya. Mereka mengira bahwa musibah besar itu adalah ketika lenyap harta dan kenikmatan dunia yang selama ini mereka rasakan. Mereka tidak peduli separah apapun keadaan hati dan agamanya selama keadaan dunianya tetap terjaga. Oleh sebab itu mereka rela menjual bagian-bagian agamanya demi mencicipi kesenangan dunia. Mereka terjang larangan, mereka tinggalkan kewajiban, itu semua demi memuaskan hawa nafsu dan menyelamatkan urusan dunianya walaupun harus mengorbankan akidah dan prinsip agama. Pada saat semacam itulah kaum muslim yang istiqomah akan merasakan keterasingan karena berpegang teguh dengan agama dan keikhlasan pada saat itu bagaikan menggenggam bara api yang panas.

Musibah semacam inilah yang dimaksud oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah ketika beliau menafsirkan maksud firman Allah (yang artinya), “Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi perintah/ajarannya (rasul) bahwa mereka itu akan tertimpa fitnah…” (an-Nuur : 63) beliau mengatakan bahwa yang dimaksud fitnah itu adalah ketika seorang menolak salah satu sabda atau ajaran rasul lalu muncullah penyimpangan di dalam hatinya sehingga membuatnya celaka. Fitnah itu adalah fitnah kemusyrikan yang menimpa di dalam hatinya. Sebuah malapetaka besar bagi kehidupan manusia di atas muka bumi ini yang patut untuk terus kita waspadai.

Oleh sebab itu hendaklah kita berdoa kepada Allah ‘Janganlah Engkau jadikan musibah yang menimpa kami adalah musibah yang merusak agama kami, dan janganlah Engkau jadikan sebesar-besar cita-cita kami hanya untuk kepentingan dunia…’

Ini semua adalah perkara yang berkaitan dengan keadaan hati. Kerusakan yang menimpa hati pasti membawa kerusakan dalam bentuk ucapan dan tingkah laku sehari-hari. Kerusakan yang mungkin tidak disadari. Wallahul musta’aan.

[al-mubarok.com]

==================

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *