Rabbani, Mulai dari Kecil menuju Besar

Bismillah.

Imam Bukhari rahimahullah dalam Sahihnya membawakan perkataan sebagian ulama, bahwa yang dimaksud rabbani adalah orang yang mengajari/mentarbiyah manusia dengan ilmu-ilmu yang kecil/dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar/rumit.

Tarbiyah -sebagaimana dijelaskan oleh para ulama- merupakan proses pembinaan secara bertahap menuju jenjang-jenjang kesempurnaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang rabbani adalah yang melakukan tarbiyah secara benar.

Kata ‘rabb’ menurut sebagian ulama berasal dari kata ‘tarbiyah’. Oleh sebab itu Allah sebagai ‘rabb alam semesta’ dimaknakan Allah sebagai ‘pentarbiyah alam semesta’, dan tarbiyah Allah kepada alam itu ada dua macam; tarbiyah umum dan tarbiyah khusus; sebagaimana diterangkan Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya.

Tarbiyah umum berlaku bagi semua makhluk berupa bimbingan dan bantuan untuk bisa menegakkan kehidupan mereka secara fisik dan agar tetap bertahan hidup di alam dunia ini. Adapun tarbiyah khusus adalah berupa hidayah dan taufik untuk meniti jalan kebenaran. Tarbiyah khusus ini hanya diberikan kepada mereka yang beriman dan bertakwa.

Para ulama sebagai pewaris para nabi melakukan dakwah dan tarbiyah kepada manusia demi membimbing mereka untuk mewujudkan tujuan hidupnya. Setiap rasul diutus oleh Allah untuk mendakwahkan tauhid dan memperingatkan manusia dari bahaya syirik. Maka demikian pula para ulama dan da’i sesudahnya mereka memiliki tugas dan prioritas dakwah yang sama; mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah semata dan menjauhi syirik.

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpesan kepada Mu’adz sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas untuk mendahulukan dakwah tauhid sebelum perkara-perkara penting yang lainnya. Sholat penting, zakat juga penting. Meskipun demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Mu’adz untuk mendahulukan dakwah tauhid. Hal ini memberikan pelajaran bahwa dakwah dan tarbiyah itu perlu tahapan dan harus dimulai dari perkara yang terpenting baru disusul perkara-perkara penting yang lainnya.

Kedudukan tauhid sebagai pondasi agama menuntut tauhid harus diprioritaskan sebelum yang lainnya. Bagaimana kita hendak menegakkan sebuah bangunan sementara pondasinya tidak ada atau sangat rapuh? Karena itulah para ulama mewasiatkan agar kita fokus untuk memperkuat pondasi dan memperkokohnya. Lihatlah perjuangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertahun-tahun selama tinggal di Mekah. Beliau menjadikan tauhid sebagai prioritas utama dakwahnya.

Tauhid adalah perkara yang paling mendasar di dalam agama ini. Bukan berarti perkara lainnya tidak penting atau diremehkan. Akan tetapi kita sedang berbicara bahwa tauhid ini membutuhkan perhatian dan fokus yang lebih besar lagi. Apalagi jika kita menghadapi sebuah masyarakat yang telah kental dengan berbagai tradisi dan keyakinan yang merusak akidah islam dari generasi ke generasi. Tentu tidak mudah untuk memperbaiki dan meluruskannya.  

Sudah banyak nasihat para ulama untuk memberikan perhatian besar terhadap masalah tauhid ini dan menyebarkannya kepada umat. Tinggal bagaimana kita melaksanakan nasihat dan bimbingan mereka. Yang menjadi masalah terkadang adalah ketika kita terlalu mudah terseret oleh isu ini dan itu sehingga melalaikan dakwah tauhid secara tidak sadar. Kita semuanya ingin dakwah tauhid; ya ini sesuatu yang patut kita apresiasi. Tetapi niat dan semangat saja tidak cukup. Bukankah dakwah tauhid ini butuh kepada ilmu yang nyata, bukan sekedar wawasan atau qiila wa qoola

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kami dan anda…

— 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *