Kembali ke Masjid

Bismillah.

Ramadhan belum lama pergi. Masih terpasang pula spanduk dan nasihat-nasihat seputar Ramadhan. Salah satu spanduk yang menarik adalah yang berisi ajakan untuk kembali ke masjid. Memang, masjid di bulan Ramadhan menjadi taman sekaligus madrasah ketaatan. Sebuah bentangan kenangan indah yang sangat susah untuk dilupakan.

Sayangnya, ketika Ramadhan telah berlalu masjid tidak lagi semarak dengan jama’ah dan sepi peminat. Sehingga seolah-olah seruan kembali ke masjid itu hanya berlaku di bulan puasa. Sementara di luar Ramadhan masjid kembali sepi dan jadilah rumah Allah ini dikucilkan oleh kaum muslim itu sendiri. Padahal masjid adalah tempat yang paling Allah cinta di muka bumi ini.

Kalau belum lama ini kita sempat mendengar ajakan dan gerakan untuk membela al-Qur’an dari pelecehan dan penghinaan, maka mungkin di bulan Syawwal ini tidaklah berlebihan jika kita pun tergerak untuk melancarkan pembelaan kepada masjid; rumah Allah yang mulia ini. Kita bela masjid dari segala bentuk pelecehan dan peremehan. Bagaimana mungkin rumah Allah yang mulia ini menjadi terbengkalai, jama’ahnya pergi entah kemana, pengurusnya lari entah kemana, pemudanya bubar tidak tahu kemana, dan anak-anak pun sirna tidak lagi TPA… Allahul musta’aan.

Ya, seringkali kita lebih sibuk memikirkan rumah kita, kamar kos kita, lapak jualan kita, atau bahkan dapur dan kamar mandi kita sendiri daripada memikirkan kebersihan masjid, kemakmurannya, dan berfungsinya rumah Allah itu sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila Allah mensifati orang-orang yang memakmurkan rumah Allah itu adalah mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir; yang notabene kedua hal ini adalah pokok dari seluruh perkara ghaib. Iman kepada hal yang ghaib itu sendiri adalah pilar keimanan dan karakter orang yang bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa.

Bukankah kita masih teringat bahwa salah satu orang yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat adalah orang yang hatinya bergantung di masjid? Sebenarnya ini menjadi sindiran bagi orang yang hatinya bersandar kepada hal-hal yang rendah dan hina. Masjid adalah pusat penghambaan kepada Allah dan bergantungnya hati kepada-Nya semata. Banyak orang yang melupakan hal itu dan justru menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang tidak lebih berharga di sisi Allah daripada sehelai sayap nyamuk! Karena itulah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur orang-orang yang hatinya diperbudak oleh dinar dan dirham dan mengancam mereka dengan keras…

Ayo kita bela masjid-masjid kaum muslimin. Membela masjid adalah dengan memakmurkannya dengan ilmu, ibadah, dan ketaatan. Bagaimana mungkin kita bisa memakmurkan masjid jika kita sendiri tidak paham apa itu ibadah? Bagaimana mungkin kita bisa memakmurkan masjid jika kita sendiri tidak paham mana kewajiban dan mana larangan? Masjid bukan kawasan khusus bagi orang tua dan manusia lanjut usia. Masjid adalah madrasah bagi segala usia. 

Jangan sampai masjid-masjid sepi dari tilawah al-Qur’an. Jangan sampai masjid-masjid kosong dari dakwah dan pembinaan generasi muda. Jangan sampai masjid-masjid kotor dan tidak pernah dirawat kebersihan dan kerapiannya. Masjid bukan museum. Masjid juga bukan tempat untuk sekedar mampir buang air atau ingus. Masjid lebih mulia daripada itu… Untuk apa mushaf al-Qur’an di masjid kalau bukan untuk dibaca. Untuk apa karpet dan sajadah kalau bukan untuk kita bersujud dan mengabdi kepada Allah di atasnya. Untuk apa buku agama kalau bukan untuk dibaca.

Ramadhan memang sudah berlalu. Akan tetapi buah dari Ramadhan masih harus kita petik dalam setiap jengkal kehidupan. Buah dari Ramadhan adalah ketakwaan. Takwa yang bersumber dari takut dan harap kepada Allah. Takwa yang dilandasi ilmu dan keimanan. Takwa yang memadukan antara ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Takwa yang menuntut kita untuk mengabdi kepada Allah dengan ikhlas sepanjang hayat masih dikandung badan…

— 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *