Bismillah.
Allah menciptakan jin dan manusia untuk
sebuah hikmah yang sangat agung. Allah menciptakan kita untuk sebuah tujuan
yang mulia; yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptkan kalian hanya untuk bermain-main saja, dan bahwasanya kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami.” (al-Mu’minun : 115)
Allah berfirman (yang artinya), “Apakah manusia itu mengira bahwa dia akan dibiarkan begitu saja.” (al-Qiyamah : 36)
Ayat-ayat ini menunjukkan dengan jelas kepada kita bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk suatu tujuan dan hikmah yang agung yaitu beribadah kepada-Nya.
Yang dimaksud beribadah itu adalah dengan merendahkan diri kepada Allah dengan dilandasi kecintaan dan pengagungan melalui ketaatan kepada perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya sebagaimana diterangkan di dalam syari’at-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama/amal untuk-Nya dengan hanif/bertauhid.” (al-Bayyinah : 5)
Inilah hikmah diciptakannya jin dan manusia. Dengan demikian barangsiapa yang membangkang kepada Rabbnya dan menyombongkan diri dari beribadah kepada-Nya maka sesungguhnya dia telah berani mencampakkan hikmah ini yang menjadi tujuan hamba diciptakan. Apa yang dilakukan olehnya itu menjadi saksi/bukti yang menyatakan bahwa dirinya menganggap Allah ciptakan makhluk ini hanya untuk bermain-main dan sia-sia belaka. Meskipun dia tidak mengungkapkan hal itu secara tegas dan terus-terang tetapi sesungguhnya itulah konsekuensi dari sikap membangkang dan kesombongannya dari ketaatan kepada Rabbnya.
Demikian keterangan Syaikh al-Utsaimin rahimahullah sebagaimana bisa dibaca dalam kitab beliau Fiqh al-’Ibadat (hlm. 12). Dari penjelasan beliau ini kita bisa memetik faidah bahwa memahami tujuan dan hikmah penciptaan jin dan manusia adalah perkara yang sangat penting dan mendasar. Tidak akan menjadi baik kehidupan seorang hamba kecuali dengan memahami tujuan hidupnya. Hidupnya akan menjadi sia-sia dan sengsara akibat tidak mengerti hakikat dan tujuan keberadaan dirinya di alam dunia ini. Betapa menyedihkan keadaan seorang hamba apabila dia tidak mengenali tujuan dan hikmah penciptaan dirinya. Seperti seorang nahkoda yang tidak mengerti ke arah mana dia akan berlayar dan seperti seorang pengemudi yang tersesat di tengah jalan.
Karena itulah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk menjelaskan kepada manusia hikmah dan tujuan hidup mereka di alam dunia ini. Seandainya akal dan perasaan manusia bisa mandiri dan mampu untuk mengenali apa yang dicintai Allah dan apa yang dibenci-Nya tanpa bimbingan wahyu niscaya Allah tidak akan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Maka berbahagialah manusia ketika mereka mau tunduk mengikuti petunjuk Allah dan bimbingan rasul-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)
Memahami tujuan hidup adalah kunci kebahagiaan hamba. Hidup tanpa agama hanya akan mengantarkan manusia ke lembah nista. Tidakkah mereka ingat sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah pahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Agama tidak membiarkan manusia hidup dalam kebingungan dan kegelapan. Sebab Islam adalah rahmat dan petunjuk bagi umat manusia. Islam memerintahkan kepada keadilan dan kebaikan, ia melarang dari segala perbuatan keji, kemungkaran, dan tindakan melampaui batas. Tidak tersisa sebuah jalan yang mengantarkan menuju kebahagiaan kecuali sudah diterangkan, dan tidak tersisa jalan yang menjerumuskan manusia ke jurang kebinasaan melainkan sudah dijelaskan.
Allah perintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya dan meninggalkan sesembahan selain-Nya; karena dengan itulah manusia akan menemukan kebahagiaan. Sebab jiwa manusia tidak akan bahagia kecuali dengan mengikuti tuntunan dan bimbingan Rabbnya. Mereka tidak akan bahagia kecuali dengan bergantung dan menyandarkan hati kepada-Nya semata. Adapun sesembahan-sesembahan selain Allah tidaklah menciptakan apa-apa, tidak menguasai manfaat dan madharat, tidak menghidupkan dan tidak mematikan, mereka diberi rezeki dan bukan pemberi rezeki. Tauhid inilah fitrah yang Allah karuniakan ke dalam hati umat manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah sesembahan yang haq dan bahwa apa-apa yang mereka seru/sembah selain-Nya adalah batil.” (al-Haj : 62)
Apabila demikian keadaannya maka sesungguhnya berpaling dari tauhid dan ibadah kepada Allah merupakan sumber kebinasaan dan pintu kesengsaraan manusia. Sebab tidak ada yang lebih memusuhi manusia dengan permusuhan yang lebih sengit daripada Iblis dan bala-tentaranya. Mereka tidak ingin manusia kembali kepada fitrahnya. Mereka ingin mengajak manusia agar bersama-sama mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. Oleh sebab itu Allah menyebut bahwa orang-orang kafir penolong bagi mereka itu adalah thaghut -dan setan adalah pembesarnya- yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan; mereka itulah para penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya… na’udzu billahi min dzalik…
Apabila demikiaan keadaan yang sebenarnya, maka hidup di atas iman dan ketaatan merupakan sebab utama kebahagiaan manusia. Maka bahagia tidak lagi diukur dengan tumpukan harta, tingginya jabatan, luasnya kekuasaan, ketenaran, atau eloknya rupa dan penampilan. Karena dunia ini akan hancur binasa, ia akan lenyap dan sirna. Mereka yang berbahagia di alam dunia ini adalah yang menjadikan dunia sebagai samudera dan amal salih sebagai bahtera. Mereka yang beruntung di alam dunia ini adalah yang menjadikan dunia hanya sebagai tempat berteduh untuk sementara; sebab mereka pasti akan meninggalkannya menuju negeri akhirat yang kekal dan abadi.
Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman maka benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan benar-benar Kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang diberi keamanan, dan mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Ma-idah : 72)
Orang yang berbuat syirik adalah pelaku kezaliman; sebab ia menujukan ibadah kepada selain Allah; sesuatu yang tidak layak untuk disembah. Bahkan syirik itulah kezaliman terbesar yang harus diperingatkan dan dijauhi oleh setiap insan pendamba kebahagiaan. Sebagaimana nasihat Luqman kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu benar-benar kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13)
Orang yang berbuat syirik tidak bersyukur kepada Allah; padahal hanya Allah yang menciptakan dirinya dan memberikan segala nikmat dan rezeki kepadanya; lantas mengapa dia justru persembahkan ibadah kepada selain-Nya. Syirik adalah penghinaan dan pelecehan kepada Rabb penguasa alam semesta. Adakah kejahatan yang lebih keji daripada kejahatan ini?