Bismillah.
Berjalan di atas kebenaran memiliki konsekuensi yang tidak sedikit. Diantaranya adalah harus sabar apabila ditentang atau ditolak oleh manusia. Kita bisa melihat apa yang dialami oleh para nabi dan rasul yang dimusuhi dan diperangi oleh kaumnya. Bahkan mereka dijuluki sebagai orang gila.
Imam al-Auza’i rahimahullah berpesan, “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak orang-orang salaf/para sahabat nabi, meskipun orang-orang menolakmu. Dan jauhilah olehmu pendapat-pendapat manusia meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah.”
Sebagian ulama juga mengatakan, “Wajib bagimu untuk mengikuti jalan kebenaran, dan jangan kamu gelisah akibat sedikitnya orang yang meniti jalan ini. Dan jauhilah jalan-jalan kebatilan dan jangan kamu terpedaya oleh banyaknya orang yang celaka.”
Sabar adalah bekal seorang pejuang dakwah. Sabar akan menjadi kunci kemenangan. Sebagaimana kemudahan selalu menyertai kesulitan. Betapa tidak? Sementara jalan menuju surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai oleh hawa nafsu. Adapun jalan menuju neraka diliputi hal-hal yang disenangi oleh hawa nafsu dan syahwat.
Sebagian ulama menjelaskan bahwa hakikat sabar adalah teguh di atas al-Kitab dan as-Sunnah. Sabar dalam iman laksana kepala bagi jasad. Sabar laksana cahaya yang menerangi perjalanan hidup seorang hamba. Sebagaimana sholat menjadi sinar dalam hati dan kehidupannya. Orang yang paling tinggi imannya maka paling berat cobaannya. Seorang akan diuji sesuai dengan kadar keimanan yang ada padanya.
Tidak ragu bahwa para pendakwah wajib meniti jalan para nabi dalam dakwahnya; berdakwah dengan ilmu dan hikmah serta kesabaran. Karena tanpa ilmu dia justru akan mengajak kepada kesesatan. Tanpa hikmah dia akan menimbulkan lebih banyak kerusakan. Dan tanpa kesabaran dia akan terlempar dalam barisan orang-orang yang merugi dan sengsara…
Kita harus membantu perjuangan dakwah ini sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Tidak boleh kita tinggalkan jalan ini dengan alasan banyak orang yang tidak suka atau memusuhi. Sebab keridhoan semua orang tentu sebuah cita-cita yang tidak pernah bisa dicapai. Telinga dan hati tetap terbuka untuk menerima nasihat dan masukan. Tapi jalan yang ditempuh tidak boleh menyimpang dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Kewajiban kita adalah menyampaikan. Adapun taufik di tangan Allah, bukan di tangan kita.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com