Muslim Panutan

Bismillah.

Allah telah mengutus kepada umat manusia di akhir zaman ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi dan rasul terakhir, tiada lagi nabi dan rasul setelahnya. Salah satu keistimewaan beliau adalah beliau diutus untuk semua orang, sedangkan nabi-nabi terdahulu diutus khusus untuk kaumnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah panutan kita dalam beragama dan menjalani kehidupan. Memang dari sisi teknologi umat manusia di masa itu tidak secanggih dan sehebat di masa kini, tetapi yang menjadi ukuran dan pedoman adalah metode beragama dan perilaku dalam menyikapi kehidupan.

Ini merupakan hikmah yang sangat dalam dari diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa itu sekitar 14 abad yang silam. Syariat yang diajarkan oleh beliau tetap berlaku hingga akhir masa. Ajaran Islam ini bisa diterapkan di mana saja dan kapan saja. Inilah kesempurnaan agama Islam. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan Aku ridha Islam ini sebagai agama bagi kalian.” (al-Maa-idah : 3)

Ajaran Islam ini yang akan menuntun manusia menuju keselamatan dunia dan akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku diantara umat ini apakah dia seorang Yahudi atau Nasrani lalu dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Oleh sebab itu umat Islam pun dijadikan sebagai umat terbaik bagi segenap manusia; umat yang menegakkan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar. Begitu pula para sahabat Nabi dinobatkan sebagai manusia-manusia terbaik setelah para nabi, sebagai panutan dan teladan bagi orang-orang setelahnya. Allah memuji kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka.

Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kecintaan kepada para sahabat nabi merupakan bagian tak terpisahkan dalam aqidah kaum muslimin. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut kecintaan kepada kaum Anshar adalah tanda keimanan, sedangkan membenci kaum Anshar adalah tanda kemunafikan. Jika demikian kedudukan kaum Anshar maka bagaimana lagi dengan kaum Muhajirin yang di tengah mereka ada sosok Abu Bakar ash-Shiddiq yang dikatakan oleh Umar bin Khattab, “Seandainya iman seluruh manusia -setelah para nabi- ditimbang dan dibandingkan dengan timbangan imannya Abu Bakar niscaya lebih berat timbangan iman Abu Bakar.”

Maka sungguh pantas jika Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata, “Apabila kamu melihat ada seseorang yang suka menjelek-jelekkan salah satu diantara para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhnya dia adalah zindiq/sesat dan menyimpang aqidahnya…” Imam az-Zuhri rahimahullah berkata, “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak-jejak orang yang terdahulu -yaitu para sahabat nabi- meskipun orang-orang menolakmu, dan jauhilah pendapat-pendapat akal manusia meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah.”

Semoga Allah beri taufik kepada kita untuk tulus dan komitmen dalam meniti jalan mereka…

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *