Bismillah.
Diantara nikmat yang sangat agung yang Allah berikan kepada kaum muslimin adalah keberadaan majelis-majelis untuk mempelajari aqidah Islam dan memperkuat keimanan.
Hal itu tidak lain karena penghambaan kepada Allah tidak mungkin bisa tegak kecuali di atas aqidah yang sahihah. Aqidah yang bersumber dari al-Kitab dan as-Sunnah dengan mengikuti pemahaman dan jalan para sahabat radhiyallahu’anhum ajma’in.
Ibadah kepada Allah tidak bisa terwujud kecuali dengan mentauhidkan-Nya dan memurnikan amal untuk Allah semata dan meninggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan agama untuk-Nya dengan hanif/bertauhid…” (al-Bayyinah : 5)
Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Aqidah di dalam agama laksana pondasi bagi sebuah bangunan. Aqidah tauhid merupakan asas ketaatan dan poros amal kebaikan. Semua bentuk amalan yang tidak dilandasi dengan tauhid dan keikhlasan maka dia akan sia-sia belaka. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)
Allah mengutus para rasul untuk membina aqidah dan meluruskan amal umat manusia dalam menghamba kepada Rabbnya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (al-Anbiyaa’ : 25)
Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sungguh dia telah berpegang teguh dengan buhul tali yang paling kuat dan tidak akan terlepas.” (al-Baqarah : 256)
Maka tidak berlebihan jika kita katakan bahwa salah satu tanda kebaikan pada seorang hamba adalah ketika Allah mudahkan untuknya hadir dalam majelis aqidah dan mendalami keyakinan salafus salih dengan penuh kesungguhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Belajar aqidah tentu membutuhkan kesabaran dan waktu yang tidak sebentar. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama bahwa ilmu itu dipelajari seiring perjalanan siang dan malam. Ilmu tidak diperoleh dengan badan yang selalu bersantai-santai. Aqidah tauhid bukan sekedar wawasan atau teori di atas kertas. Akan tetapi aqidah ini menuntut tertanamnya keyakinan dan tumbuhnya ketaatan kepada Allah.
Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Bukanlah iman itu hanya dengan berangan-angan atau memperindah penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.”
Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku telah bertemu dengan 30 orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; mereka semuanya takut jangan-jangan dirinya terjangkiti oleh penyakit kemunafikan.” Ucapan ini disebutkan oleh Imam Bukhari di dalam Sahih-nya.
Semoga Allah berikan taufik kepada kita untuk terus memperkuat aqidah dan membersihkan tauhid dari segala kotoran dan penyakit yang merusak iman.
Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com