Bismillah.

Salah satu konsekuensi keimanan adalah wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus lebih besar daripada kecintaan kepada segala sesuatu. Termasuk di dalamnya wajibnya mencintai apa-apa yang Allah cintai.

Kecintaan kepada Allah dibuktikan dengan tunduk mengikuti ajaran Rasul. Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Apabila kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni kalian….” (Ali ‘Imran : 31)

Sesungguhnya ketaatan kepada Rasul adalah bagian dari ketaatan kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Rasul itu sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (an-Nisaa’ : 80)

Tunduk kepada aturan dan ketetapan Rasul adalah suatu kewajiban iman yang sangat agung. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah pantas bagi seorang lelaki beriman atau perempuan beriman apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka…” (al-Ahzab : 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara; barangsiapa yang memilikinya niscaya dia akan merasakan manisnya iman; apabila Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selainnya, dia mencintai orang lain tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah, dan dia tidak suka kembali kepada kekafiran sebagaimana tidak suka dilemparkan ke dalam api/neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim)

Persaksian/syahadat laa ilaha illallah mengandung makna bahwa kita tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah, sedangkan syahadat Muhammad rasulullah mengandung konsekuensi; menaati perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah dengan syariatnya, membenarkan beritanya, dan berhukum dengan aturannya.

Allah berfirman (yang artinya), “Sekali-kali tidak, demi Rabbmu, tidaklah mereka beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim/pemutus perkara dalam urusan yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit/berat terhadap keputusan yang kamu berikan itu, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (an-Nisaa’ : 65)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu hanya dengan berangan-angan atau memperindah penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.” Oleh sebab itu para ulama Ahlus Sunnah menyatakan bahwa iman itu mencakup keyakinan, ucapan dan perbuatan. Ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang akibat maksiat.

Salah satu ciri orang yang iman dan cintanya benar kepada Allah adalah dengan banyak mengingat-Nya. Oleh sebab itu Allah menerangkan diantara sifat orang munafik adalah malas mendirikan sholat, mereka riya’ dalam ibadahnya/mencari pujian semata, dan mereka tidak ingat Allah kecuali sedikit. Orang yang malas mengingat Allah seperti orang yang tidak punya ruh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang rajin mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya adalah seperti perumpamaan orang hidup dengan orang yang sudah mati/menjadi mayat.” (HR. Bukhari)

Diantara bentuk dzikir yang paling utama adalah membaca al-Qur’an. Apalagi ia renungkan isinya dan memahami apa yang tersimpan di dalamnya. Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu berkata, “Seandainya hati kita ini bersih niscaya ia tidak akan merasa kenyang dari menikmati kalam/firman Rabb kita.”

Tujuan utama dari dzikir adalah untuk menumbuhkan ketaatan kepada Allah. Oleh sebab itu Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Hakikat dzikir adalah dengan tunduk/patuh kepada Allah, maka barangsiapa yang taat kepada Allah sesungguhnya dia telah berdzikir kepada-Nya. Dan barangsiapa yang tidak taat kepada Allah maka dia bukanlah ahli dzikir; walaupun dia banyak bertasbih, tahlil dan membaca al-Qur’an.”

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Maka bagaimana kiranya keadaan seekor ikan apabila ia berpisah dari air?”

Dzikir yang paling utama dan paling agung adalah kalimat tauhid laa ilaha illallah; karena di dalamnya terkandung pemurnian ibadah kepada Allah yang itu menjadi tujuan utama penciptaan jin dan manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)

Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah berkata, “Perkara paling agung yang Allah perintahkan adalah tauhid; yaitu mengesakan Allah dalam beribadah.”

Dari sini kita mengetahui bahwa orang yang bertauhid itulah yang mencintai Allah dengan sebenarnya, adapun orang yang mempersekutukan Allah dalam beribadah (berbuat syirik) maka sesungguhnya dia telah melecehkan Allah dan melakukan tindak kezaliman yang paling berat!

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah berfirman (yang artinya), “Dan Rabbmu telah menetapkan; bahwa janganlan kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya…” (al-Israa’ : 23)

Demikian sedikit catatan mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semuanya.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com


Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *