Seputar Kitab Syarah Ushul Tsalatsah

Bismillah.

Diantara jenis kitab yang perlu diketahui oleh para penimba ilmu adalah kitab-kitab syarah. Syarah artinya penjelasan. Fungsi dari kitab syarah adalah menjelaskan maksud dan kandungan dari teks asli dari penulis suatu kitab matan. Misalnya matan ‘Ushul Tsalatsah’ (tiga landasan utama) maka di sana ada para ulama yang menyusun kitab syarah-nya dengan judul ‘Syarah Ushul Tsalatsah’.

Kitab matan biasanya ringkas. Walaupun bisa jadi tebal hingga berpuluh halaman atau bahkan ratusan halaman. Ada matan yang ringkas misalnya matan ‘Ushul Tsalatsah’; yang mungkin tidak lebih dari 20 halaman (dengan teks bahasa arab saja). Ada pula matan ringkas yang berisi hadits misalnya kitab Hadits Arba’in Nawawiyah yang berisi 42 hadits pilihan dalam berbagai bidang ilmu agama.

Kitab matan yang tebal misalnya matan Sahih Bukhari yang berisi kurang lebih 6000 hadits. Karena matannya tebal maka otomatis kitab syarahnya juga lebih tebal lagi hingga berjilid-jilid, misalnya kitab Fathul Bari Syarh Sahih Bukhari karya al-Hafzh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah yang terdiri kurang lebih 13 jilid.

Ushul Tsalatsah adalah sebuah kitab dasar yang membahas pokok-pokok agama Islam terutama yang berkenaan dengan jawaban 3 pertanyaan kubur; Siapa Robbmu, Siapa Nabimu, dan Apa Agamamu? Kitab ini ditulis oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah seorang ulama besar Ahlus Sunnah yang wafat pada tahun 1206 H (awal abad ke-13 H). Beliau juga penyusun sebuah kitab monumental dalam ilmu aqidah yaitu Kitab at-Tauhid alladzi huwa Haqqullahi ‘alal ‘abiid.

Di dalam risalah Ushul Tsalatsah ada beberapa mukadimah/materi pengantar yang diberikan sebelum membahas materi utama. Diantara pembuka risalah ini adalah mengenai kewajiban untuk berilmu, beramal, berdakwah, dan sabar. Ini merupakan kandungan faidah dari surat al-‘Ashr. Diantara keempat kewajiban tersebut yang paling pokok adalah menuntut ilmu. Sebab ilmu inilah yang menjadi landasan untuk bisa beramal salih dan melakukan segala jenis ketaatan.

Oleh sebab itu penulis juga membawakan ucapan Imam Bukhari rahimahullah tentang wajibnya mendahulukan ilmu sebelum ucapan dan amalan. Materi ini termasuk pelajaran yang sangat berharga dan faidah yang sangat indah untuk disebarkan dan ditanamkan untuk kaum muslimin terlebih lagi di era kecanggihan teknologi informasi seperti sekarang ini yang mana setiap orang dengan leluasa dan sangat mudah untuk berkata dan menulis tentang apa pun melalui akun medsosnya…

Para ulama memberikan nasihat bahwa untuk membahas kitab dasar semacam ini hendaknya seorang mencari guru yang benar-benar mumpuni di bidangnya. Oleh sebab itu penjelasan terhadap matan biasanya dicukupkan dengan keterangan dari guru tersebut. Sehingga pelajar lebih fokus kepada matannya dan dalil-dalil yang dibawakan oleh penulis maupun dari guru yang mengajarinya. Dan metode ini yang biasa diterapkan oleh para ulama dalam majelis-majelis mereka. Keuntungan metode ini adalah pelajar menjadi lebih ringan dan lebih cepat dalam memahami maksud dari isi kitab yang dibahas.

Adapun membaca kitab syarah terhadap matan dapat dilakukan dengan syarat pelajar sudah memiliki bekal kemampuan membaca kitab arab gundul. Apabila pelajar ini belum memiliki kemampuan itu maka akan cukup menyulitkan dan menghambat pembelajaran apabila kitab yang digunakan itu berbahasa arab. Berbeda halnya jika yang digunakan sebagai panduan adalah kitab berbahasa arab yang sudah berharokat (bukan kitab gundul) yang sudah disertai dengan terjemahnya. Penggunaan kitab terjemah ini akan sangat membantu jika pelajaran ini diadakan di masjid dengan peserta umum dari berbagai kategori tingkatan atau masih banyak yang pemula atau bahkan awam.

Oleh sebab itu termasuk faktor penghambat apabila untuk kegiatan kajian di masjid masyarakat dengan peserta umum atau mayoritas masih baru atau awam sedangkan panduan yang digunakan tidak disertai dengan terjemahnya. Walaupun tidak diingkari bahwa kebanyakan orang yang ikut pengajian hanya bermodal kuping alias tidak mencatat dan juga tidak bawa buku/kitab. Dengan demikian seyogyanya bagi pengurus masjid atau panitia kajian untuk membantu proses pembelajaran ini dengan menyediakan buku terjemahnya atau minimal menginformasikan buku tersebut agar bisa dimiliki oleh para jama’ah.

Adapun untuk referensi kitab yang bisa dibaca untuk Syarah Ushul Tsalatsah yang sudah biasa digunakan dan sudah ada terjemahnya -sejauh pengetahuan kami- adalah Syarh Ushul Tsalatsah karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah dan Syarah Ushul Tsalatsah karya Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan hafizhahullah yang berjudul Hushul al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsatil Ushul.

Diantara kitab yang bagus juga untuk dipelajari oleh para penimba ilmu dari tulisan para ulama sekarang yang menjelaskan kandungan matan Ushul Tsalatsah adalah Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul yang disusun oleh Syaikh Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim hafizhahullah salah seorang imam dan khotib di Masjid Nabawi. Di dalam kitab ini terdapat banyak nukilan berharga dari para ulama semacam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim rahimahumallah dan yang lainnya.

Selain itu ada juga kitab ‘Syarh Ushul Tsalatsah’ karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah yang sarat dengan faidah dengan bahasa penyampaian yang cukup mudah dipahami bagi pemula (yang sudah punya bekal kemampuan membaca kitab). Kitab ini pada asalnya adalah rekaman pelajaran yang kemudian ditranskrip, ditata dan dirapikan dengan tambahan catatan kaki beserta tautsiq/penelitian sumber keterangan oleh salah seorang murid beliau yang bernama Abu Abdil ‘Aziz Munir al-Jaza’iri.

Dari sini kita juga bisa mengambil faidah pentingnya dokumentasi pelajaran dalam bentuk audio ataupun transkripnya. Selain bisa digunakan untuk muroja’ah/mengulang materi pelajaran yang sudah diperoleh, maka adanya rekaman atau transkrip ini juga bisa bermanfaat bagi para penimba ilmu yang tidak hadir dalam majelis tersebut. Hal ini merupakan bentuk pengamalan terhadap hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi perintah untuk mencatat ilmu agama dan menyampaikan ilmu itu kepada orang lain yang tidak hadir di majelis ilmu.

Dan hal itu juga termasuk bagian dari pengamalan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Karena para ulama Ahlus Sunnah yang membahas ilmu agama ini -apalagi ilmu aqidah- maka yang mereka jadikan pedoman dan landasan dalam berbicara adalah dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga dengan seorang ikut membantu merekam atau mencatat serta menerbitkan catatan ini maka sesungguhnya dia telah mengambil peran dalam proses belajar mengajar ilmu al-Qur’an dan penjelasan-penjelasannya.

Penyusun : Redaksi www.al-mubarok.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *