Bismillah.

Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Nya nabi akhir zaman dan teladan bagi segenap insan. Amma ba’du.

Merupakan perkara yang sudah sangat jelas dan gamblang bagi kita sebagai muslim selalu membutuhkan hidayah,ilmu dan bimbingan dari Allah untuk menjalani kehidupan di alam dunia yang penuh dengan cobaan dan godaan. Oleh sebab itu setiap hari kita berdoa kepada Allah meminta petunjuk jalan yang lurus.

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kita untuk berdoa kepada Allah setiap pagi meminta 3 hal; ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima. Kebutuhan kita kepada ilmu dan hidayah itu tidak lain untuk mewujudkan kebaikan demi kebaikan dalam hidup dan kehidupan kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, pemahaman agama ini merupakan pondasi dalam membangun agama dan ketaatan. Sebagaimana dikatakan sebagian salaf bahwa beramal tanpa ilmu akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki keadaan. Di saat yang sama kita juga membutuhkan hidayah dari Allah berupa taufik dan pertolongan untuk menggerakkan hati kita mengamalkan ilmu yang sudah kita ketahui. Inilah yang disebut oleh para ulama dengan istilah hidayah taufiq wal ilham.

Orang yang mengetahui kebenaran maka dia telah mendapatkan hidayah berupa ilmu, bimbingan dan keterangan/irsyad wal bayan. Akan tetapi itu tidak cukup kecuali dia juga mendapatkan anugerah dari Allah berupa hidayah taufiq/bantuan dan kemudahan dalam beramal. Orang yang diberi ilmu maka bisa terlepas dari gelapnya kesesatan tetapi dia bisa jadi terjerumus dalam penyimpangan akibat tidak mengamalkan ilmunya; dan hal ini disebut dengan istilah ghayy atau ghawayah; yaitu menyimpang setelah mendapatkan keterangan dan pemahaman, wal ‘iyadzu billah

Maka Allah subhanahhu wa ta’ala membersihkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dari 2 sifat aib dan kerusakan yaitu kesesatan/dholal dan penyimpangan/ghawayah. Beiau tidak tersesat; artinya beliau telah mendapat petunjuk dari Allah, memiliki ilmu yang benar. Beliau tidak menyimpang; artinya beliau diberi taufik untuk mengamalkan kebenaran yang telah diketahuinya. Kedua sifat ini pula yang melekat pada para khalifah setelah beliau semacam Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali; yang digelari sebagai al-khulafa’ ar-rasyidun al-mahdiyyun; mereka itu rasyid artinya lurus karena mengikuti kebenaran dan beramal dengan ilmunya, dan mereka juga mahdiy; artinya diberi ilmu dan peunjuk jalan yang benar, tidak tenggelam dalam kesesatan.

Hal ini memberikan faidah bagi kita bahwa seorang muslim butuh berjuang untuk mendapatkan ilmu. Dia juga harus berjuang selanjutnya untuk mengamalkan ilmunya. Sehingga dia bisa memberi manfaat bagi dirinya sendiri dan juga bagi umat manusia dengan amal dan dakwahnya. Ini merupakan bagian dari jihadun nafs atau mujahadah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang berjihad itu adalah yang berjuang menaklukkan dirinya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Ahmad dan lain-lain dinyatakan hasan oleh Ibnu Hajar)

Dari situlah kita mengetahui mengapa para ulama terdahulu begitu keras usahanya dalam mendapatkan ilmu dan menyebarkannya. Karena perjuangan untuk meraih ilmu itu akan membuahkan keberkahan dalam waktu dan kehidupan mereka. Mereka gunakan umurnya untuk mencari hidayah itu dan mengamalkannya. Karenanya dikatakan oleh sebagian ulama bahwa ilmu tidaklah diperoleh dengan badan yang selalu bersantai-santai. Ilmu itu didapatkan seiring dengan perjalanan malam dan siang. Bahkan mencari ilmu sendiri merupakan bentuk jihad.

Bahkan Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk berdoa kepada-Nya untuk meminta tambahan ilmu. Jika demikian keadaan beliau padahal beliau adalah manusia yang paling berilmu dan bertakwa; maka bagaimana lagi dengan kita?


Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *